Rabu, 21 September 2011

MEMBACA KONSPIRASI TERORIS

Publik kembali dibuat tersentak dengan adanya ledakan bom di masjid Az-Zikra, Cirebon, Jum'at (15/4). Kendati bom yang terjadi di masjid bukanlah yang pertama. Pada 12 tahun silam misalnya, tepatnya 26 April 1999, bom berdaya ledak rendah (low explosive) terjadi di masjid Istiqlal Jakarta. Selain itu, pada Kamis 23 Desember 2010 lalu, bom juga terjadi di lingkungan Masjid Syuhada Jogjakarta. Untuk peledakan kali ini sangat berbeda. Alasannya, pertama, sasaran peledakan berada di masjid lingkungan Markas Polresta Cirebon sebagai representasi dari simbol kepolisian RI. Kedua, terjadi di dalam masjid saat umat Islam hendak melakukan shalat Jum'at.
Untuk alasan pertama bisa dipahami jika memang sasarannya adalah institusi kepolisian yang selama ini gencar melakukan penumpasan teroris. Namun, untuk alasan kedua ini merupakan anomali (penyimpangan). Sebab, bagaimana logikanya orang yang hendak melakukan mati syahid justru membunuh saudara Muslim sendiri yang hendak melakukan shalat. Biasanya target pelaku bom ditujukan pada simbol-simbol Barat seperti Hotel J.W. Marriot, cafe tempat berkumpulnya orang-orang bule seperti di Bali, atau bisa juga tempat ibadah non-Muslim. Sebenarnya motif apa di balik teror bom masjid Az-Zikra ini?
Publik menduga-duga apakah bom kali ini merupakan fenomena munculnya kembali tunas-tunas teroris baru yang ingin menunjukkan eksistensinya. Atau bisa juga merupakan rekayasa intelejen untuk menjadikan isu terorisme ini selalu muncul. Atau mungkin juga ini pertanda munculnya gerakan ekstrim baru yang tidak berafiliasi pada gerakan teroris sebelumnya yang melihat umat Islam sendiri juga dilihatnya sebagai “kafir” sehingga halal untuk dibunuh.
Banyak menduga bahwa bom di Cirebon ini kental dengan nuansa rekayasa intelejen. Alasannya, seperti juga bom-bom sebelumnya yang terjadi di masjid, tidak jelas siapa dalangnya. Aparat intelejen berkepentingan untuk selalu memunculkan isu terorisme ini agar selalu jadi momok menakutkan. Apalagi sekarang RUU Intelejen masih digodok di DPR, jadi memerlukan support  yang lebih besar. Sekarang aparat intelejen tidak bisa melakukan penangkapan, penyadapan dan lain-lain seenaknya, sehingga diciptakanlah kejadian seoalah-olah sedang chaos. Dugaan ini apakah benar, sangat sulit diverifikasi karena aksi intelejen sifatnya sumir.
Bom di Cirebon ini bisa juga menjadi tanda eksistensi generasi baru teroris telah muncul. Sejak Amrozi cs dan sejumlah tokoh-tokoh kunci teroris ditangkap atau tewas relatif jaringan teroris di Indonesia kocar-kacir. Yang terbaru pun ketika mereka mencoba membuat basis baru di Aceh juga terendus oleh aparat Densus 88, sejumlah pimpinan dan pengikutnya ditangkap atau tewas. Persis pergerakan teroris semakin sulit. Namun, hal ini bukan berarti penumpasan teroris tuntas. Muncul modus-modus baru dengan melancarkan bom buku misalnya. Mereka tidak terorganisir dan sendiri-sendiri (alone wolf) atau bisa juga terorganisir tapi melakukan aksinya sendiri-sendiri. Teori aksi mereka didasarkan pada ide bahwa negara, atau bentuk kekuasaan politik apapun, yang tidak sesuai syariat Islam (thagut) dan mendukung Barat dalam menyerang Islam, bukan hanya dihilangkan, tapi juga harus dihancurkan.
Namun, siapa pun dan apapun motifnya melakukan bom bunuh diri di dalam masjid sangatlah tidak bisa dibenarkan. Apalagi pelakunya diketahui sebagai Muslim. Ini semakin memperburuk citra Islam yang oleh mayoritas kalangan Barat dikenal sebagai agama teroris, tidak toleran dan anti demokrasi. Padahal Islam melarang keras umatnya untuk membuat kerusakan di muka bumi, termasuk melakukan bunuh diri. Bahkan, Rasul Muhammad Saw. dalam suasana perang pun melarang untuk merusak tempat ibadah non-Muslim, membunuh binatang, anak-anak dan perempuan.
Semakin maraknya ide-ide kekerasan yang diusung sebagian gerakan Islam menjadi tantangan Ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, PERSIS, dan lainnya yang memang sudah terbukti melakukan gerakan Islam kultural, untuk semakin mendampingi umatnya agar tidak terpengaruh ajaran anarkisme yang dibalut baju agama. Ajaran-ajaran utama, seperti tasamuh, dakwah bil hikmah wal mau'idzah hasanah, amar ma'ruf, ta'awun, berlomba-lomba dalam kebaikan dan yang lainnya menjadi sangat relevan. Dengan demikian, Islam benar-benar menjadi agama rahmatan lil 'alamin, pelindung dan rahmat bagi semua golongan. Namun, bagaimana Islam akan dikenal sebagai agama rahmatan lil 'alamin jika umatnya dikenal sebagai pelaku aksi bom dan kekerasan. Kalau demikian kenyataannya, benar sinyalemen nabi ratusan tahun lalu bahwa akan datang suatu masa bahwa al-Islamu mahjubun bi al- Muslimin, kemajuan dan keunggulan Islam terhalang oleh perilaku buruk umatnya sendiri. Wa Allahu a'lam bi al-shawab.
 

BENCANA DAMPAK DARI KESENGAJAAN

 Sudah cukup banyak air mata mengalir dari tangisan warga korban bencana alam. Dan itu serasa belum hilang, bahkan bisa dikatakan, air mata itu masih basah belum hilang dan hampir mengering.
  Rentetan peristiwa bencana alam rasanya belum hilang dari ingatan kita. Tercatat dari mulai gempa yang terjadi pada saat warga sedang menunaikan ibadah puasa pada 2 September 2009. Itu belum juga reda, merangkai ke bencana lain baik yang skala besar maupun kecil terus silih berganti.
 Begitu pula dengan bencana alam longsor yang berskala lokal di Mandalawangi Kecamatan Kadungora awal 2003.  Sebelumnya muncul bencana meletusnya Gunung Papandayan pada awal 2002. Malah, Jumat 6 Mei 2011 lalu, berawal dari hujan turun sejak pukul 13.00. yang tidak berhenti mengguyur kawasan Garut selatan, seusai warga setempat melaksanakan Shalat Jum'at.
 Karena curah hujan cukup tinggi secara terus menerus, yang merata diwilayah Garut Selatan, khususnya di enam Kecamatan. Bencana banjir dan longsor tidak dapat dielakan. Lumpur yang berasal dari gunung yang sudah gundul akibat penebangan liar, terseret air bah  kemudian spontan menerjang perumahan warga yang ada di Kecamatan Pameungpeuk, Cikelet, Cisompet, Cibalong, Pakenjeng dan Mekar mukti.
 Semua bencana alam nampaknya sangat kompleks dan banyak hal yang mengakibatkan terjadinya bencana banjir dan longsor. Bila kita telaah dan kaji, baik peristiwa itu disebabkan oleh  fenomena alam, seperti musim hujan yang tidak menentu, pemanasan Global (Global Warming). Curah hujan yang cukup tinggi juga tidak luput dari akibat perilaku atau perbuatan manusia. Sementara akibat perilaku atau perbuatan manusia ada 2 (dua) faktor, yaitu:
1.Faktor ketidak sengajaan
2.Faktor kesengajaan
Ketidak sengajaan, misalnya masyarakat,membangun rumah tanpa menghiraukan aturan yang ditentukan oleh pemerintah seperti mendirikannya di tebing yang memiliki ketinggian  yang terjal melebihi aturan peruntukan, sehingga dapat merubah kontur tanah. Kemudian melakukan penebangan pohon agar lahannya bisa dipakai untuk membangun rumah. Hal ini merupakan fakta dilapangan,akibat kemampuan ekonomi masyarakat yang sangat kurang sehingga membangun rumah didaerah-daerah yang menurut ahli geologi sangat rawan, seperti d daerah bantaran sungai, tebing-tebing dan sebagainya.
     Begitu pula wilayah resapan air kini semakin menyempit, akibat adanya pembangunan rumah penduduk dikampung-kampung serta halaman rumah, termasuk gang - gang  ditembok. Hal ini tidak terjadi di perkotaan saja, tetapi  jalan-jalan desa nyaris sama. 
Faktor kesengajaan, seperti perambahan atau pencurian kayu diwilayah hutan konservasi dan hutan lindung, termasuk yang terjadi di Gunung Mandalawangi dan   diwilayah enam Kecamatan di Garut Selatan, terus berlangsung tanpa memikirkan keseimbangan alam.  Ini diindikasikan adanya perbuatan atau ulah segelintir manusia yang melakukan penebangan yang tidak bertanggung jawab.
Akibat perilaku sebagian manusia yang mengaruk keuntungan, namun berdampak kepada kerusakan alam dan menimbulkan kerugian banyak orang yang sama sekali tidak berdosa terhadap keruskan alam tersebut
Disisi lain ada beberapa wilayah yang memerlukan penanganan segera karena akibat banjir dan longsor beberapa aliran sungai terjadi pendangkalan, ditambah  tembok-tembok pengaman aliran sungai yang rusak serta kondisi tebing-tebing yang sudah belah-belah, sehingga bila turun hujan lebat berdampak sama karena sungai menjadi dangkal dan terhalang oleh rerutuhan tembok ( kirmir) tersebut.
    Selebihnya perbuatan perambahan hutan atau illegal loging juga diprediksi akibat dari dampak ekonomi, sulitnya mencari nafkah sehingga berdampak banyak pengangguran. 
    Semuanya bisa saja terjadi. Tapi yang perlu untuk diingat kerusakan alam sebagian besar akibat ulah manusia sendiri.-****

Penulis pemerhati lingkungan hidup dan tinggal di Garut.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Macys Printable Coupons