Rabu, 21 September 2011

BENCANA DAMPAK DARI KESENGAJAAN

 Sudah cukup banyak air mata mengalir dari tangisan warga korban bencana alam. Dan itu serasa belum hilang, bahkan bisa dikatakan, air mata itu masih basah belum hilang dan hampir mengering.
  Rentetan peristiwa bencana alam rasanya belum hilang dari ingatan kita. Tercatat dari mulai gempa yang terjadi pada saat warga sedang menunaikan ibadah puasa pada 2 September 2009. Itu belum juga reda, merangkai ke bencana lain baik yang skala besar maupun kecil terus silih berganti.
 Begitu pula dengan bencana alam longsor yang berskala lokal di Mandalawangi Kecamatan Kadungora awal 2003.  Sebelumnya muncul bencana meletusnya Gunung Papandayan pada awal 2002. Malah, Jumat 6 Mei 2011 lalu, berawal dari hujan turun sejak pukul 13.00. yang tidak berhenti mengguyur kawasan Garut selatan, seusai warga setempat melaksanakan Shalat Jum'at.
 Karena curah hujan cukup tinggi secara terus menerus, yang merata diwilayah Garut Selatan, khususnya di enam Kecamatan. Bencana banjir dan longsor tidak dapat dielakan. Lumpur yang berasal dari gunung yang sudah gundul akibat penebangan liar, terseret air bah  kemudian spontan menerjang perumahan warga yang ada di Kecamatan Pameungpeuk, Cikelet, Cisompet, Cibalong, Pakenjeng dan Mekar mukti.
 Semua bencana alam nampaknya sangat kompleks dan banyak hal yang mengakibatkan terjadinya bencana banjir dan longsor. Bila kita telaah dan kaji, baik peristiwa itu disebabkan oleh  fenomena alam, seperti musim hujan yang tidak menentu, pemanasan Global (Global Warming). Curah hujan yang cukup tinggi juga tidak luput dari akibat perilaku atau perbuatan manusia. Sementara akibat perilaku atau perbuatan manusia ada 2 (dua) faktor, yaitu:
1.Faktor ketidak sengajaan
2.Faktor kesengajaan
Ketidak sengajaan, misalnya masyarakat,membangun rumah tanpa menghiraukan aturan yang ditentukan oleh pemerintah seperti mendirikannya di tebing yang memiliki ketinggian  yang terjal melebihi aturan peruntukan, sehingga dapat merubah kontur tanah. Kemudian melakukan penebangan pohon agar lahannya bisa dipakai untuk membangun rumah. Hal ini merupakan fakta dilapangan,akibat kemampuan ekonomi masyarakat yang sangat kurang sehingga membangun rumah didaerah-daerah yang menurut ahli geologi sangat rawan, seperti d daerah bantaran sungai, tebing-tebing dan sebagainya.
     Begitu pula wilayah resapan air kini semakin menyempit, akibat adanya pembangunan rumah penduduk dikampung-kampung serta halaman rumah, termasuk gang - gang  ditembok. Hal ini tidak terjadi di perkotaan saja, tetapi  jalan-jalan desa nyaris sama. 
Faktor kesengajaan, seperti perambahan atau pencurian kayu diwilayah hutan konservasi dan hutan lindung, termasuk yang terjadi di Gunung Mandalawangi dan   diwilayah enam Kecamatan di Garut Selatan, terus berlangsung tanpa memikirkan keseimbangan alam.  Ini diindikasikan adanya perbuatan atau ulah segelintir manusia yang melakukan penebangan yang tidak bertanggung jawab.
Akibat perilaku sebagian manusia yang mengaruk keuntungan, namun berdampak kepada kerusakan alam dan menimbulkan kerugian banyak orang yang sama sekali tidak berdosa terhadap keruskan alam tersebut
Disisi lain ada beberapa wilayah yang memerlukan penanganan segera karena akibat banjir dan longsor beberapa aliran sungai terjadi pendangkalan, ditambah  tembok-tembok pengaman aliran sungai yang rusak serta kondisi tebing-tebing yang sudah belah-belah, sehingga bila turun hujan lebat berdampak sama karena sungai menjadi dangkal dan terhalang oleh rerutuhan tembok ( kirmir) tersebut.
    Selebihnya perbuatan perambahan hutan atau illegal loging juga diprediksi akibat dari dampak ekonomi, sulitnya mencari nafkah sehingga berdampak banyak pengangguran. 
    Semuanya bisa saja terjadi. Tapi yang perlu untuk diingat kerusakan alam sebagian besar akibat ulah manusia sendiri.-****

Penulis pemerhati lingkungan hidup dan tinggal di Garut.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Macys Printable Coupons