UNTUK keduakalinya, Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) Korda Garut, siap menggelar peringatan Hari Film Nasional (30 Maret) di Monumen Selaawi, Kampung Cihayam, Desa Selaawi, Kecamatan Selaawi, Kab Garut. Ketua Parfi Korda Garut, Rani Permata Dicky Chandra menegaskan, kegiatan itu menjadi agenda tahunan Parfi Garut, dalam menghargai jasa dan kejuangan artis film kenamaan (alm) Sofia WD yang membekas di kawasan Garut Utara.
Insan pegiat film dan sinetron di Garut berbangga, karena Parfi Korda Garut dinilai sebagai pelopor di Indonesia, yang sejak tahun 2010 menggelar hari kesejarahan perfilman nasional di Monumen Selaawi. Karenanya, Ketua Parfi Cabang Jawa Barat, Eka Gandara WK, merencanakan hadir dalam tradisi tahunan itu. Terlebih, karena momentum penting itu bermakna besar dalam mengenang aktris yang pernah menjabat Ketua Umum PB Parfi (1971 - 1974).
Tak hanya Eka Gandara. Artis kondang Yati Surachman yang mengaku berdarah Garut, terpanggil untuk datang ke Selaawi bersama para pengurus dan anggota Parfi Korda Garut. Kebetulan pula, Yati akan berperan di film layar lebar “Blackforest Untuk Arini” karya Wawan Hermawan, yang memusatkan lokasi syutingnya di Garut, akhir Maret nanti. “Ini kehormatan besar bagi saya, untuk bisa berkunjung ke daerah kenangan Mamah di masa gerilya...”
Dengan mata membasah, Yati Surachman yang biasa menyebut Mamah untuk (alm) Sofia WD itu, mengaku baru tahu kalau aktris film tersebut memiliki kaitan historis di daerah Garut. “Saya sangat dekat sama Mamah Sofi, bahkan sambil nangis saya sempat lama memeluk jasadnya. Justru, Papa WD Mochtar yang menenangkan saya.....” kenang Yati dalam perjumpaan di Gedung KNPI Garut (27/2). Sejauh itu, Yati tak pernah mendengar cerita luka hati Sofia.
Itu dimungkinkan, karena lara hati yang menikam kehidupan Sofia, terjadi saat turut bergerilya mendampingi (alm) Kapt Edi Endang, suami pertamanya, yang gugur dalam peristiwa “Sabilillah” tahun 1947 di Kampung Cibungur, Desa Samida, Kecamatan Limbangan (waktu itu). Sepeninggal Kapt Edi Endang, Sofia berkarier film dan dikenal sebagai isteri sutradara (alm) S Waldy. Selepas kepergian S Waldy, Sofia menjadi isteri aktor (alm) WD Mochtar.
Ketua Parfi Korda Garut Rani Permata menilai, Sofia WD sebagai sebuah legenda keartisan film Indonesia, yang perjuangan dan reputasinya layak untuk dikenang. Kini, sang bintang yang pernah berjaya dan tercatat sebagai wanita sutradara film kedua di Indonesia itu terpinggirkan, di balik industri perfilman dan sinetron. Tetapi kesaksian Desa Selaawi Garut tentang kejuangan, darah, doa dan air mata Sofia, tak akan mengering tergerus putaran masa.
Semua warga Kecamatan Selaawi, Garut berbangga. Ternyata Monumen Selaawi di halaman Kantor Desa Selaawi itu, menjadi agenda kunjungan Parfi Korda Garut dalam Hari Film Nasional. Di balik monumen yang bersosok batu besar, dengan tinggi 4 meter dan lebar 2,5 meter itu, terpahat kisah kegetiran hidup seorang tokoh perfilman nasional, Sofia WD. Di depan batu, berhiaskan sebatang bambu runcing, dan simbol kibaran bendera Merah Putih. Di situ tertulis nama pejuang; Kapten Edi Endang, Yaman, Asmita dan Suwa'i.
Mengalir di Tjitaroem
Kepala Desa Selaawi, Achmad Sudayan menuturkan, monumen juang itu sengaja dibuat bersimbol batu besar dari Sungai Cimanuk, untuk mengenang jasa para pejuang kemerdekaan, yang gugur di Selaawi. Lokasi monumen pun menapaki bekas peristiwa tragis, yang merenggut nyawa (alm) Suwa'i. Pemuda pejuang itu ditembak tentara Belanda, dengan kepala dililit kain bendera Merah Putih. Di halaman kantor desa itu, Suwa'i jadi tumbal perjuangan kemerdekaan.
Monumen Selaawi yang dibangun Karang Taruna dengan swadaya warga setempat itu, diresmikan Dandim 0611/Garut Letkol (Art) Bambang Satriawan tahun 1992. Menurut Ketua Parfi Korda Garut, Rani Permata, tugu kenangan juang seperti itu yang jadi obsesi (alm) Hj Sofia semasa hidupnya. Almarhumah berhasrat membangun tugu kenangan semasa gerilya bersama (alm) Kapt Edi Endang, yang gugur di Desa Samida, Kecamatan Selaawi.
Dalam beberapakali pertemuan dengan Sekretaris Parfi Korda Garut,Sofia selalu mengungkapkan keinginannya itu. Bahkan, Sofia menginginkan untuk membangun tugu juang itu di Kampung Cibungur, Desa Samida, tempat yang jadi saksi bisu atas tragedi mengenaskan suaminya, 23 Oktober 1947. -“Saya tidak pernah tahu, di mana jejak kubur Kapten Edi suami saya...” begitu pernah dituturkan Sofia, saat berbincang di wisma Ciumbuleuit, Bandung (1981).
Kesaksian dari (alm) HE Rustama Danuwiria (mantan Ketua DPRD Garut 1977-1982), menuturkan, Kapt Edi Endang tahun 1947 itu memimpin pasukan Whirrkrys II, dalam Komando Keamanan Daerah (KKD) di Priangan. Musuh menggempur kubu pasukan pejuang, yang bermarkas di rumah S Wiratmadja, wedana penentang Belanda. Rumah yang berada di Kampung Sangojar itu pula, sebagai tempat tinggal Edi Endang dan Sofia.
Terkabar, Kapt Edi Endang disergap musuh di Cibungur. Laporan yang diterima Letnan Muda E Rustama Danuwiria menyebutkan, Kapten Edi dianiaya gerombolan tanpa batas kemanusiaan. Tubuh komandan berwajah ganteng, yang biasa patroli sambil menunggang kuda itu, diseret dan dimasukkan ke dalam keranjang bambu. Dihujani tusukkan ujung bambu runcing. Keranjang bermandikan darah itu pun dibuang ke Sungai Cimanuk....
Keranjang berisi jasad pejuang yang terapung di Sungai Cimanuk, disiram pula dengan berondongan peluru. Yaman dan Asmita, dua pejuang pembantu setia Kapt Edi Endang melacak jejak atasannya. Tetapi kedua pemuda Selaawi itu, tak pernah kembali lagi. Mereka pun gugur tanpa ditemukan jejak kuburnya. Saat revolusi mereda, Sofia bergabung dengan staf KKD bersama Rustama, hingga diamankan di rumah Hasan Dikarta di Cisaat, Kecamatan Kadungora.
Sofia pulang ke Bandung membawa lara hatinya. Berselang setahun, semua kawan seperjuangan Sofia tersentak. Tahun 1948 Sofia tampil berperan utama bersama aktor kondang (alm) Rd. Endang, dalam film “Air Mata Mengalir di Tjitaroem” karya Rustam Palindih, produksi “Tans & Wong Bross” dan “Java Industrial Pictures”. Film itu pembuka karier keartisan Sofia WD. Di balik gaung peringatan Hari Film Nasional 2011, Parfi Korda Garut berupaya agar harga kejuangan dan jasa (alm) Sofia WD, tidak terkubur putaran roda zaman **
0 komentar:
Posting Komentar