Rabu, 06 April 2011

KERETA SENJA

Tak terasa Kereta Api Senja yang membawaku ke Yogja sudah hampir tiba. Tepat pkl. 6.30 saat itu, kereta sudah masuk Stasion Tugu Yogja. Udara panas terasa menjalar membuat keringat bercucuran.

Terasa ramai di stasion itu, walau pagi baru saja merangkak. Suara pedagang dan gemuruh mesin kereta terdengar jelas di telinga ini. Saat aku berada di luar kereta, HP berdering. Ternyata Nuniek perempuan Yogja yang aku kenal lewat FB beberapa waktu lalu, menanyakan sudah sampai mana. Sambil tersenyum kecil aku balas SMS itu.

Sambil menunggu waktu, aku sengaja berjalan kaki. Langit di atas Mallioboro pagi itu terlihat amat indah, beberapa gores awan putih nampak menghiasinya. Sesekali kuseka keringat yang membasahi wajah, dan di sebuah kedai kecil aku istirahat. Kupesan kopi hitam, rasanya ingin sekali merokok.

Saat kuisap rokok yang baru saja kubakar, kembali HP berdering. Perempuan Yogja yang sudah membuat gila hati ini kembali bertanya sudah sampai mana. Aku kembali tersenyum, sambil kuhabiskan sisa kopi yang tinggal setengahnya lagi. Aku naik taxi menuju rumah Nuniek.

Selama di jalan, terbayang raut wajah perempuan yang baru kukenal lewat dunia maya itu. Seakan perempuan yang berwajah cantik dan memiliki rambut sedikit ikal itu tak jauh berada dihadapan mata ini, tapi sayang lamunanku buyar ketika sopir taxi menghentikan mobil yang kutampangi di depan sebuah rumah megah yang bercat tembok putih. Aku berdiri sesaat setelah keluar dari taxi, kuperhatikan rumah yang ada dihadapan ku itu. Kulihat nomor rumahnya…..oh benar ini rumah yang aku tuju.

Mentari sudah mulai berada di atas gunung saat itu, namun udara panas begitu menyiksa membuat aku seperti bermandikan keringat. Sepasang burung kecil di atas sana terbang seakan tengah menikmati suasana pagi yang teramat cerah. Aku menatapnya sejenak, tak terasa muncul rasa cemburu melihat kebahagiaan sepasang burung kecil yang tengah menikmati suasana pagi itu.

Kuambil Hp lalu ku sms. Tak lama kemudian muncul seorang perembuan setengah baya. Dia menyuruhku masuk sambil tersenyum ramah sekali.
     “ Silahkan masuk….”
Aku tersenyum membalasnya. Lalu kuikuti perempuan itu dari belakang, lalu untuk yang kedua kalinya perempuan itu melemparkan senyum sambil mempersilahkan aku untuk duduk setelah berada di ruang tamu.
Sesaat aku terpaku melihat penataan ruangan yang begitu rapih dan indah. Sebuah photo keluarga yang berukuran besar terpampang di tembok ruangan itu. Aku menghampirinya, photo perempuan itu berada ditengah tengah keluarganya.
     “ Hem….”
Aku kaget dan tersentak. Ternyata perempuan yang selama ini  membuat gila hati ku 
 Sudah berada dibelakang ku.
     “ Apa kabar kang mas ? menyodorkan tanganya. “ Cape yah ? “
     “Baik…aku baik baik saja. “ sambil kujabat tanganya. Aku nervous juga. “ Rasanya kalau untuk bertemu bidadari seperti dikau perjalanan sejauh apa pun tak akan pernah membuat cape.”

Kami duduk berdua di Sofa. Tak lama kemudian perempuan yang tadi muncul membawakan segelas kopi hitam, lalu disimpan di meja.
     “ Itu photo keluarga ku dulu. “ katanya sambil menyilahkan aku untuk meminum kopi yang sudah berada di atas meja.
     “ O…ya ? tapi kenapa sekarang….?”
     “ Ah.. itu mah kehendak Tuhan saja kang mas, takdir nya harus seperti ini mungkin. Dah…ah jangan bahas yang itu. “
     “ O…ya sorry. “ kataku sambil meneguk kopi. “ Rasanya aku rindu sekali untuk menikmati indahnya Parang teritis, mau kan kesana ? “
Perempuan itu tersenyum cantik sekali, dan aku sempat menikmati keindahan senyumanya sejenak.

Saat unjuk pkl. 9, kami berdua berangkat menuju pantai parang teritis. Sebuah mobil Blazer berwarna Silver meluncur. Aku mengemudikan mobil milik perempuan yang tengah duduk santai disebelahku. Sebuah kaca mata hitam menutupi sebagian wajahnya. Berkali kali aku melirik dengan ujung mata melihat kecantikan perempuan yang kini seakan sudah menjadi milikku.

Mobil terus melaju kea rah Selatan dengan kecepatan yang sedikit santai. Sementara Nuniek tak henti hentinya bercerita tentang pertemuan yang baru pertama kali ini, dan aku Cuma senyum sambil asik mengendalikan mobil.

Sangat ramai suasana di Pantai Parang teritis saat itu, maklum hari libur. Kami berdua menyusuri sepanjang pasir putih yang sekali kali airnya menjilati sepasang kaki kami. Dan di sebuah tempat yang agak teduh kami duduk menikmati pemandangan alam yang begitu sempurnanya. Tak terasa dari mulut ini berkali kali menganggungkan Sang Pencipta yang telah menciptakan semua Langit, bumi serta segala isinya.
Nuniek menyandarkan kepalanya di pundak ku, dan rambutnya yang harum berkali kali membelai wajahku ditiup angin pantai yang lembut. Lalu jemariku tanpa disuruh membelai rambut indah yang seakan hendak menenggelamkan anganku saat itu.

Sungguh tak terasa waktu seakan begitu cepat berlalu dari hadapanku. Matahari yang memerah sudah berada hampir di ufuk barat, rasanya aku ingin memperlambat waktu.
     “ Kang mas….kita akan berpisah lagi “ katanya sedikit lemah suaranya.
     “ Berpisah sementara kan ? “ jawabku sambil kubelai wajahnya penuh lembut. “ Kita hanya berpisah sementara, percayalah walau kita jauh tapi hati kita selalu dekat, sedekat gula dan manisnya atau sedekat pantai Parang teritis dan ombaknya. Percayalah. “
Wajah yang lembut itu tengadah menatapku seakan minta kepastian, dan aku berkali kali mengatakan kepastian padanya.

Saat matahari tenggelam didasar Pantai, kulihat butiran air mata membasahi kelopak mata perempuan itu. Apalagi saat Kereta Senja yang kutumpangi melaju, perempuan itu terus berdiri di Stasion Yogja dengan mata penuh air mata. Kereta terus melaju dan perempuan itu pun tak lagi nampak dihadapan mataku.-

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Macys Printable Coupons